JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memberikan fatwa bagi masyarakat yang akan melaksanakan kurban di tengah mewabahnya penyakit mulut dan kuku (PMK).
Fatwa Nomor 32 tahun 2022 itu mengatur adanya empat poin kondisi hewan yang terjangkit PMK, mengenai boleh atau tidaknya menjadi hewan kurban.
Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, ada empat kondisi hewan yang terjangkit PMK untuk boleh atau tidaknya dijadikan hewan kurban.
- Yang pertama adalah hewan yang masuk kategori ringan. Diantaranya lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan dan keluar air liur lebih dari biasanya. Maka untuk hewan seperti ini sah dijadikan hewan kurban.
- Hewan dengan kategori berat. Untuk hewan dengan kategori gejala klinis berat seperti kuku terlepas, menyebabkan pincang tidak bisa berjalan dan kondisi fisiknya sangat kurus , maka untuk hewan seperti ini tidak sah dijadikan hewan kurban.
- Kemudian hewan dengan gejala berat tetapi sembuh dalam rentang waktu yang diperbolehkan kurban. Artinya hewan ini sakit sebelum idul adha dan sembuh pada rentang masa 10 dzulhijah sampai 13 Dzulhijah, maka hewan ini sah dan boleh dijadikan hewan kurban.
- Kemudian kondisi keempat adalah hewan yang terjangkit PMK dengan gejala klinis berat kemudian sembuh dari penyakit setelah lewat rentang waktu atau setelah 13 dzulhijjah, maka hewan tersebut masuk dalam kategori sodakoh dan bukan sebagai hewan kurban.
“ Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya,” ujar Asrorun seperti dikutip liputan6.com
“Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, mengimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini,” tutupnya.(*)