GARUT – Badan Geologi telah mencatat sedikitnya sembilan kejadian gempa bumi yang merusak Kabupaten Garut, artinya kejadian gempa bumi itu menyebabkan terjadinya bencana, dan sebagian besar sumbernya berasal dari zona penunjaman atau zona subduksi.
Hal itu diungkapkan Koordinator Geologi, Gempa Bumi, dan Tsunami Badan Geologi, Supartoyo, dalam kegiatan Sosialisasi Data dan Informasi Gempa Bumi dan Tsunami, di Aula Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Garut, Jalan Patriot, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Rabu 28 September 2022.
“Tapi ingat di daerah Pasirwangi itu ada patahan aktif yang disebut garsela, tadi rakutai dan kencana dan ini harus ditindak lanjuti untuk kemungkinan dilakukan sosialisasi dan pemasangan ini pemasangan rambu-rambu evakuasi,” lanjutnya.
Ia berharap, pemerintah daerah dan masyarakat bisa lebih menggiatkan lagi upaya mitigasi, salah satunya melalui dibentuknya Desa Tangguh Bencana ataupun Sekolah Tangguh Bencana.
“Mudah mudahan upaya ini bisa mengurangi risiko, obat risiko hanya itu ada dua (yaitu) mitigasi dan tata ruang, masyarakatnya siap, tata ruangnya bagus,” lanjutnya.
Untuk itu, imbuhnya, sosialisasi ini merupakan upaya mitigasi khususnya mitigasi non struktural yang sangat penting dilaksanakan. Ia berharap, ilmu dan pemahaman yang telah diberikan dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.
“Jadi nanti mungkin ke depanya kalau Badan Geologi yang membantu yang sifatnya TOT (Training Of Trainer) jadi untuk para penyuluh guna menyampaikan informasi ini kejadian gempa bumi dan tsunami ya,” ucapnya.
Asisten Daerah (Asda) 2 Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Teti Sarifeni menyampaikan, sosialisasi ini sangat penting mengingat Kabupaten Garut ini merupakan daerah yang rawan bencana, mulai dari gempa bumi, tsunami, bahkan gunung merapi.
“Namun saya berharap sosialisasi ini tidak hanya selesai hari ini saja, saya sudah memerintahkan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk secara sustainable berkesinambungan melakukan sosialisasi terhadap masyarakat Garut karena rawan bencana,” ucap Teti.
Ia berharap, nantinya pemerintah daerah di tahun 2023 bisa membangun shelter di Pantai Pameungpeuk, sebagai tempat berlindung masyarakat jika suatu saat terjadi bencana tsunami. Menurut Teti, Pantai Pameungpeuk merupakan Pantai yang landai berbeda dengan Pantai Rancabuaya yang memiliki gunung, sehingga rawan terjadi bencana tsunami.
“Shelter itu jangan berbentuk hanya bangunan saja tapi bisa dibangun seperti ada pertokoan-pertokoan nya gitu warung-warung gitu, supaya terpelihara jadi membangun shelter tapi terpelihara dengan ada aktivitas perekonomian disitu,” kata Teti.
Sementara itu, Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Garut, Satria Budi berharap, kegiatan ini tidak berhenti di sini saja, namun pihaknya juga akan terus bersinergi dengan Badan Geologi dalam memberikan informasi terkait langkah-langkah mitigasi kepada masyarakat, terutama terkait bencana tsunami dan gempa bumi.
“Apalagi dengan informasi megathrust ya, megathrust seperti sangat menakutkan ternyata setelah diinformasikan (terkait) megathrust itu ya bisa menenangkan kita lah, bisa menenangkan masyarakat kalau ini diinformasikan kepada masyarakat ya,” tandasnya.(gilang)