MEDAN – Kaum pekerja/buruh yang tergabung dalam aliansi serikat pekerja/buruh Sumatera Utara melakukan unjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut, Senin (15/8/22).
Serikat buruh ini terdiri dari F-Serbundo, SBN Sumut, SBBI, DPD KSPSI-AGN Sumut, FSB Lomenik, SBMI Merdeka, Serbunas, KSBI 92, PPMI Sumut, FSP NIBA SPSI Sumut, FSP KEP SPSI Sumut, FSP TSK SPSI Sumut, FSP PPMI SPSI Sumut dan FSP KPI SPSI Sumut.
Dengan pengawalan pihak kepolisian, aksi demo dengan menggunakan atribut kebesaran masing-masing serikat pekerja/buruh berlangsung damai, hingga massa membubarkan diri.
Dalam 8 penyataan sikap mereka (serikat pekerja/buruh), massa meminta agar Undang-Undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja klaster ketenagakerjaan segera dicabut, termasuk Peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan.
Selain itu, massa aksi juga meminta kepada pemerintah untuk memberlakukan kembali upah minimum sektoral Kabupaten/Kota Tahun 2022. Lalu menaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) sebesar 8 persen Tahun 2023.
Pihak pekerja/buruh juga meminta agar mencabut izin perusahaan penyalur tenaga kerja yang melanggar aturan membayar upah dibawah UMK dan tidak mendaftarkan buruh menjadi peserta BPJS.
Selanjutnya, meminta kepada presiden untuk menerbitkan Undang-Undang perlindungan buruh perkebunan kelapa sawit dan menghapus pasal-pasal dalam rancangan kitab Undang-Undang hukum pidana (RKUHP) yang mempersulit dan membatasi hak azasi masyarakat Indonesia dalam menyampaikan pendapat dimuka umum.
“Kami meminta agar pemerintah menyahuti tuntutan para pekerja/buruh,”teriak butuh.
Pihak DPRD Sumut, Hendro, Hanafi Lc dan Jumadi dari fraksi PKS saat menemui massa aksi menjelaskan, bahwa tuntutan yang disampaikan massa buruh akan dilanjutkan dan disampaikan ke pemerintah. (ind)