GARUT – Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) DPK Bayongbong, Kamaludin Effendi merasa kesal dengan data penerima bansos yang terkesan itu-itu saja.
Sampai hari ini menurut Kamaludin Effendi, Pemerintah Pusat selalu mengacu terhadap data tahun 2011 untuk penerima bansos. Nyaris tidak pernah berubah walaupun di sisi lain pemerintah desa diberikan kewenangan untuk verifikasi dan validasi data.
” Berbicara tentang data sebetulnya dilematis ya. Karena sampai hari ini yang saya ketahui database yang muncul tetap mengacu pada hasil pendataan 2011,” ungkapnya.
Pria yang akrab disapa Pepen ini mengungkapkan, kewenangan yang diberikan kepada desa untuk verifikasi data seolah-olah hanya bullshit, hanya formalitas saja. Namun realisasinya tidak ada.
” Semenjak 2011 apalagi ketika diluncurkannya program-program sosial itu senantiasa desa diberikan peluang untuk verifikasi data. Bahkan tiap tahun kami veritikai data kami sampaikan ke tingkat kecamatan dan dari tingkat kecamatan disampaikan ke tingkat dinas sosial, tapi terkesan tidak ada realisasi. ketika tahun depan datang lagi tetap mengacu data data yang sudah muncul di database tahun 2011. ini kan terkesan bullshit kalau bicara tentang data,” tegasnya.
Nah dampak buruknya terhadap desa adalah dari segi sosial politik di masyarakat. Banyak masyarakat yang akhirnya menyalahkan desa ketika mereka tidak kebagian bansos.
Bahkan mirisnya, ada masyarakat yang mendukung kades di pilkades ketika tidak kebagian bansos, seolah mereka terabaikan. Terlebih lagi yang tidak mendukung seolah lebih diabaikan.
” Dampak sosial politik itu sudah menjadi konsekuensinya kami di desa, karena masyarakat tidak akan mempertanyakan permasalahan masuk atau tidak di data ke tingkat kecamatan atau dinsos,” ujarnya.
” Tidak sedikit masyarakat yang mendukung kita itu terkesan terabaikan bahkan yang tidak mendukung itu dampak negatifnya paling berat,” tutupnya.(gilang)