GARUT – Semua pihak yang hadir di audiensi pada hari ini 12 September 2022 di gedung DPRD Garut, sepakat bahwa pihak sekolah tak boleh menahan ijazah siswanya yang sudah lulus.
Audiensi yang digelar LSM GMBI Distrik Garut dan LSM Penjara itu dihadiri pihak terkait, diantaranya KCD Pendidikan wilayah XI Jabar, para kepala sekolah SMA SMK, orang tua siswa, dan juga Ketua Komisi 4 DPRD Garut.
Kesimpulan dari audiensi ini dinyatakan bahwa sekolah tidak boleh menahan ijazah siswanya yang sudah lulus, dengan alasan apapun.
Hal itu disampaikan oleh Sekjen GMBI Distrik Garut, Dian Alamsyah ketika diwawancarai usai audiensi.
Dian menyebut bahwa tidak ada aturan yang membolehkan sekolah menahan ijazah siswanya.
Dian juga menyambut baik pernyataan Kepala KCD Pendidikan wilayah XI jabar, Aang Karyana yang mengamini bahwasanya tidak boleh sekolah menahan ijazah.
Selain itu Dian juga menunggu langkah KCD Pendidikan yang akan memberikan sanksi tegas bilamana ada sekolah yang masih menahan ijazah siswanya.
Bahkan Dian juga siap membuat laporan kepada APH (aparat penegak hukum) jika masih ada sekolah yang menahan ijazah atau memaksakan kepada orang tua untuk membayar dana sumbangan pendidikan di luar kemampuan.
APH lah yang nantinya berwenang menentukan apakah sumbangan yang dipaksanakan itu masuk ke ranah pungli atau tidak.
” Kita menyampaikan dugaan saja karena yang berwenangan mengatakan ini pungutan itu aparat hukum kami sudah sampaikan dumasnya dan kami akan sampaikan ke APH kabupaten atau provinsi,” ujar Dian.
Kepala KCD Pendidikan wilayah XI Jabar, Aang Karyana juga menegaskan bahwa sekolah tidak boleh menahan ijazah dengan alibi apapun.
” Tidak boleh. Ya dengan alibi apapun,” ujar Aang ketika diwawancarai wartawan usai audiensi.
Apalagi sekolah negeri, ini kewenangannya ada di KCD Pendidikan. Oleh karena itu Ia meminta agar sekolah tak melakukan itu.
” Di negeri karena kewenangannya pada kita. Yang di negeri mah harus free lah,” ujar Aang.
Namun demikian, Aang mengklarifikasi bahwa yang terjadi di lapangan kemungkinan terjadi miss komunikasi antara kepala sekolah dengan petugas di lapangan.
Aang yakin, kepala sekolah tidak menginstruksikan menahan ijazah. Namun ini rupanya dimaknai berbeda oleh petugas di lapangan.
Oleh karena itu Aang meminta pihak sekolah melakukan konsolidasi agar tidak terjadi permasalahan seperti ini.
Adapun mengenai sumbangan pendidikan, Aang menjelaskan bahwa untuk masalah ini sudah diatur di Pergub No 44 yang terbaru. Bahwasanya sumbangan itu sifatnya tidak memaksa.
Orang tua yang tidak mampu tidak boleh dimintai sumbangan pedidikan.
Terkecuali bagi orang tua yang mampu silahkan jika memang mau menyumbang sesuai dengan kemampuan dan ini adalah kesepakatan dengan komite.
Karena dalam aturannya bahwa dana sumbangan pendidikan ini, boleh digalang oleh komite sekolah dan sumbernya bisa dari orang tua siswa, masyarakat umum, stakeholder lainnya, atau dana CSR perusahaan.
Nah sifat sumbangan ini menurutnya tidak wajib. Namun orang tua siswa dibolehkan menyumbang sesuai kemampuan.
Dan perlu diketahui kata Aang, yang menarik sumbangan ini bukan pihak sekolah tapi pihak komite.
Komite inilah yang nantinya berembug dengan orang tua siswa terkait berapa kemampuan untuk memberikan sumbangan.
Hanya saja ketika misalnya di kemudian hari, orang tua yang sudah sepakat membayar namun tiba-tiba mengalami kesulitan keuangan, maka tidak ada kewajiban untuk melunasi sumbangan tersebut. Karena sifat sumbangan tidak menjadi kewajiban.(gilang)